Rabu, 22 Februari 2012

FALSAFAH GERAK

Dalam menapaki alur kehidupan sadar atau tidak pasti dilandasi dengan ‘gerak’, gerak merupakan suatu yang pastinya telah menjadi fitrahwi dalam segala hal yang dimana ketika apapun yang memiliki eksistensi niscaya didalamnya ada proses gerak
“gerak”adalah sebuah bentuk eksistensi,dari sini dapat dikatakan: pembahasan gerak, pada era ini merupakan salah satu titiktemu antara fisika dan filsafat. Para ilmuwan kuno telahmelakukan pembahasan bab gerak ini dalam masalah natural dan juga dalam maslaah theologi, dengan makna umum dan khusus.  Dengan kesemuanya ini haruslah dicermati adanya pembauran antara hukum-hukumfilosofi gerak dengan hukum-hukum ilmiah (eksperimen)-nya, baik dalam pembaurankeduanya dengan sesamanya dan kesimpulan deduktif filosofis dari prinsip ilmiahataupun sebaliknya, karena hal ini banyak diikuti oleh kerusakan yang merugikan –terutama untuk kalangan para pemula dan mereka yang belum matang-. Immunitidari bahaya pembauran ini berada pada lingkup pengetahuan atas batasan fisika danfilsafat. Pada tempatnyalah, apabila para filosof ilahi mempunyai metodologi yangmatang dalam pembahasan fisika tentang gerak ini, dan ... para pelajar serta penelitifisika pun melakukan pengamatan dan observasi yang cermat dan teliti dalampembahasan tema filsafat yang satu ini.Warna dari pembicaraan kita dalam tulisan ini lebih merupakan warna filosofidari pada eksperimen (ilmiah). Titik perhatian kami adalah pada analisa teori penggerak awal (prime mover)

Aristoteles.
Teori “Prime-mover” (penggerak awal) Aristoteles
Pembahasan akan kami mulai dari tema “esensi sesuatu”dan kami akanmenyajikan uraian pertama tentang teori penggerak awal yang dinisbatkan kepadaAristoteles.Menurut pendapat Aristoteles untuk menemukan sebab, khususnya untuk menemukan sebab gerak, maka kita harus berhenti pada suatu tempat, dan pada selain keadaan ini tidak akan ada penyebab dari sesuatupun yang bisa ditemukansecara pasti. Hanya harus dilihat di manakah kita harus berhenti. Jawaban untukpertanyaan ini akan ditemukan melalui tafakkur dan kontemplasi tentang gerak. Apabila sebab dari sebuah gerak
kita hadirkan melalui gerak lainnya, makakeniscayaan yang akan muncul adalah bahwa gerak kedua akan kita dapatkanmelalui gerak ketiga dan gerak ketiga melalui gerak keempat dan demikianseterusnya hingga rangkaian ini akan berlanjut terus tanpa akhir. Jadi apabila kitaingin mendapatkan alasan yang pasti, maka kita harus melihat ke dalam majemukgerak, bukan pada pengaruh sebuah penggerak yang digerakkan melainkan pada sebuah penggerak yang tak digerakkan,
ringkasnya kita hendaknya melihat padasebuah“penggerak yang berhenti”. Akan tetapi kita mengenal sebuah keadaan dimana dalam keadaan tersebut,gerak secara inderawi dilahirkan melalui proses sebuah “ penggerak yang berhenti”dan penggerak tersebut adalah cinta yang muncul melalui sebuah kecantikan.Seseorang yang telah menjadi pecinta akan terseret ke arah yang dicinta,hal inidisebabkan yang dicintai itu telah menarik perhatian pecint ke arahnya, akan tetapiobyek yang dicintai bukan hanya untuk menggerakkan pecintanya saja sehingga diatidak memberikan gerakan pada dirinya, melainkan terdapat banyak kemungkinandimana dia pun tidak sadar dengan kewujudannya. Inilah sebuah gambaran yangmenurut perkiraan Aristoteles telah memberikan kefahaman
sebab gerakan yangtelah membuat dunia bergerak, dan karena gerakan semcam ini ada, maka harusterdapat pula penggerak yang berhenti yang menjadi tempat kebergantungansemuanya dan  penggerak tersebut adalah Tuhan. Kedua uraian di atas –sebagaimana yang telah Anda perhatikan- secaraeksternal saling berbeda antara satu dengan lainnya. Pada uraian pertama penggerak awal
diungkapkan sebagai pecinta, akan tetapi pada uraian terakhir penggerak awal diungkapkan sebagai
 yang dicintai yaitu sesuatu yang terbatas.Dalam kelanjutan pembahasan, kami akan kembali pada point tersebut sekaligusmencoba melakukan analisa dan evaluasi terhadap perangkat dari setiap keduauraian.Syeikh Ar-Rais Ibn Sina sebagai penjabar teori Aristoteles, pada kitab “IlahiyatShifa” mengetengahkan pembahasan tentang penggerak awal yang dia namakansebagai sesuatu yang dicintai , kebaikan hakiki, puncak kebaikan, sebab pertamadan penggerak pertama dan universal.

 
Premis teori gerak dan perbedaannya dengan teori-teori lainnya :
Untuk lebih menjelaskan adanya kelebihan teori gerak atas teori-teori lainnyaseperti teori keteraturan, teorihuduts, wujub-imkan, dan teori sebab-akibat, hal inimengharuskan kami untuk lebih cermat dan lebih jeli dalam menanggapi premis-premis teori ini serta prinsip middle term-nya.Allamah Syahid Muthahari (ra) menuliskan: Teori penggerak awal terdiri dari lima prinsip pokok:1. Gerak, membutuhkan penggerak,2. Penggerak dan gerak keduanya adalah bersamaan secara temporal, yaitumustahil terjadi pemisahan waktu di antara keduanya,3. Setiap penggerak, mungkin digerakkan dan mungkin konstan,4. Setiap eksistensi jasmani akan berubah dan digerakkan,5. Gradasi interkoneksi (tasalsul) tanpa batas adalah mustahil.Ayatullah Taqi Misbah Yazdy dalam uraiannya atas kitabnya allamah Thabathbai Nihayatul Hikmah mengungkapkan empat premis untuk teori gerak,sebagai berikut:
 Argumen gerak bersandar pada empat asas :obyek gerak membutuhkanpenggerak, penggerak harus berakhir pada sesuatu yang tidak bergerak, sesuatuyang non materi bukanlah obyek gerak, mata rantai sesuatu non materi harusberakhir pada wajib al wujud.Harus diketahui bahwa gerak adalah semacam bentuk perubahan dan tidaksetara dengan perubahan mutlak. Gerak merupakan perubahan bertahap, dan dalamteori gerak perubahan tidak diperhatikan dari sisi kejadiannya, karena dalamkeadaan ini berarti, pertama: tidak akan ada perbedaan antara perubahan seketika dengan perubahan bertahap (gerak), kedua: teori gerak pasti akan kembali kepadateori hudust (dari tiada menjadi ada). Demikian juga harus dicermati bahwapenegasan dalam teori gerak ini tidak diletakkan pada keharmonisan danketeraturan gerak langit dan seluruh gerakan lainnya, karena dalam keadaan ini teorigerak akan kembali pada teori keteraturan.Dan juga harus diperhatikan bahwa yang menjadi point pembahasan gerakdalam teori ini bukanlah dari sisi kemungkinannya dan kebutuhannya terhadap wajib,karena hal ini akan berarti tidak ada perbedaan antara perubahan bertahap (gerak)dengan perubahan seketika, karena keduanya merupakan wujud-wujud possibelyang membutuhkan wajib.Dalam teori gerak, prinsip keberadaan gerak di alam natural adalah jelas dannyata. Apabila seseorang mengingkari prinsip ini-sebagaimana yang dilakukan olehfilosof Paramandise dkk- maka hal tersebut akan membuat torehan pada teori ini akan tetapi pengingkaran semacam ini untuk teori-teori seperti teori keteraturan,hudust, imkan-wujub, sebab-akibat, tidak akan memberikan goresan apapun. Olehkarena itu untuk memisahkan teori gerak dari teori-teori lainnya, harus kitaperhatikan bahwa dalam teori ini middle termnya adalah “perjalanan benda secarabertahap dari potensi ke aktual”, dan bukan sesuatu yang lain, dan gerak baiksebagai persepsi mandiri atas asumsi penggerak ataupun sebagai gerak yangposisinya terletak dibawah persepsi mumkin atau akibat, merupakan sebuahpersepsi filosofi, oleh karena itu midle term teori gerak ini adalah middle term yangfilosofi, dan oleh karena itu teori gerak tidak bisa hanya dinamakan sebagai teorialami atau bertahap. Bukanlah Aristoteles dalam definisi geraknya mengatakan : “Gerak merupakan kesempurnaan pertama untuk sesuatu yang potensi, darisisi kepotensiannya” Tanpa ragu lagi perspesi seperti kesempurnaan, pertama dan potensi merupakanpersepsi filosofis dan bukan persepsi dari kelompok ilmu alam, oleh karena itu perluditinjau kembali apabila kita mengatakan: “Aristoteles membahas teori ini dalamkapasitasnya sebagai seorang ahli ilmu alam bukan dari kapasitasnya sebagaiseorang filsosof ilahi” tentu saja tidak ragu lagi bahwa gerak merupakan fenomenaalami akan tetapi pembahasan hukum-hukum gerak merupakan pembahasanrasional dan filosofi. (diperhatikan)

Ayatullah Jawadi Amuli, pada pasal kedua dari makalah “teori gerak” –nyamenuliskan:“Pembahasan dalam eksistensi gerak, merupakan partikulasi dari filsafat ilahi yangmembahas mulai dari prinsip eksistensi hingga terlahirnya benda, .... akan tetapipembahasan gerak dalam ilmu alam menjelaskan gerak sebagai sebuah fenomenakhusus pada substansi tertentu, yaitu gerak pada ilmu alam membahas tentangapakah fulan substansi mempunyai kepadatan gerak ataukah tidak, bagaimanakahcara dia bergerak serta apa tujuannya, akan tetapi tidak membahas fenomena lain –yang tidak berada dalam lingkup pembahasannya-. Dan secara global pembahasantentang apakah gerak ada di alam semesta ini ataukah tidak, denganmengesampingkan substansi-substansi tertentu, berada di luar institusi ilmu alammelainkan berada dalam batasan pembahasan murni filosofi, ..... dan karenapembahasan kita sekarang adalah tentang wujud gerak sebagai sebuah pembahasanfilosofi murni, maka hal ini harus dilakukan dengan memanfaatkan metode-metodekhusus itu sendiri yang dalam filsafat ilahi dipergunakan untuk membuktikaneksistensi benda, lalu meletakkan inovasi ilmu alam sebagai saksi dan penegas,karena inderawi maupun deduksi tak satupun ada yang mampu membuktikanhakekat gerak dengan makna mendalam sebagaimana yang telah ditafsirkan, danmenjelaskan kemunculannya obyek luar.Ringkasnya tidak satupun dari kesinambungan, tahapan, perjalanan daripotensi, lepasnya dari potensi dan sampainya pada aktual dan kesempurnaan wujud,tidak akan terindera oleh salah satupun dari panca indera dan ilmu yangperangkatnya adalah indera dan deduktif, tidak akan mempunyai kemampuuanuntuk membuktikan hal-hal yang non inderawi dan diapun tidak mempunyai hakuntuk mengingkarinya”. Mulla Sadra (ra) sendiri dalam kitab Asfar-nya pun mengatakan bahwa gerakdan diam merupakan sebuah masalah yang tidak bisa difahami dengan indera,melainkan indera hanyalah sebagai penentu dan sahabat akal dalam memahamimereka. Saksi lain yang menyatakan bahwa teori gerak merupakan sebuah teorifilsafat murni dan bukannya sebuah teori eksperimen adalah bahwa “gerak” samasekali tidak bisa dikatagorikan atau istilahnya tidak termasuk dalam kelompokmahiyat (esensi) dan akal pertama[  melainkan termasuk ke dalam akal kedua filsafat dan oleh karena itu pembahasan yang berkaitan dengan masalah tersebutberada dalam institusi hikmah ilahi.

Para ahli sejarah Filsafat dalam menukilkan dan menginterpretasikanpendapat Aristoteles tentang
 penggerak awal kira-kira sepakat pada point berikutbahwa dia (Aristoteles) tidak menganggap Tuhan sebagai sebuah penggerak danpower mekanik. Pada kitab “Tarikh Filsafat” karangan Will Durant dikatakan:Aristoteles berkata: Gerak secara pasti memiliki prinsip, dan apabila kita tidakingin memasuki sebuah interkoneksi (tasalsul) yang melelahkan yang membawamasalah kembali ke belakang selangkah demi selangkah tanpa akhir, maka kitaharus menerima adanya sebuah
 penggerak awal yang tak digerakkan (primummobile immontum) atau penggerak hakiki
sebagai sebuah prinsip yang tegas...Tuhanbukanlah pencipta, melainkan penggerak alam, dia memut ar alam tidak sebagaisebuah kekuatan mekanik, melainkan sebagai sebuah
illatul illal (the first cause)
darisemua sumber, aktivitas dan perilaku alam. “Tuhan memutar dunia ini sehinggayang dicintai menjadi pecinta. Aristoteles sepakat bahwa kinetik sebagai sebuah relefansi muncul lebih awal darikekuatan, hal ini dikarenakan “kinetik” merupakan tujuan akhir dari kekuatan, dan Tuhan telah diungkapkan sebagai kinetik sempurna, dan berkata: Tuhan sebagai prinsip eternal gerak dan peletak prinsip dari energi ke aktual,harus merupakan sebuah kinetik yang sempurna, yaitu berupa penggerak awal yangtak digerakkan.
Penggerak awal yang tak digerakkan atau penggerak hakiki yang merupakan sebab akhir dari setiap prinsip gerak, merupakan sebab akhir menjadikinetiknya energi, yaitu sebab dari kenapa kebaikan bisa dilahirkan. Kalimat-kalimat yang perlu mendapat perhatian antara lain adalah yang dimaksudoleh Aristoteles dalam sifat “Awal” untuk Tuhan bukanlah keawalan dalampengertian temporal. Menurut pendapat Aristoteles gerak secara urgensi dan dharuri adalah abadi dan tanpa permulaan. Dari sini perkataan “Awal” menurutnya adalah“Superior”.Setiap gerak dan setiap perpindahan dari potensi ke aktual meniscayakan pada
mabda bil fi’il (pemula aktual), akan tetapi apabila setiap benda bergerakmengharuskan adanya sebuah sebab penggerak aktual, maka dunia secara universalakan meniscayakan adanya sebuah “
 penggerak awal”, akan tetapi penting untuk memperhatikan poin berikut bahwa kata “
awal” tidak boleh difahami sebagaipengertian temporal, karena menurut pendapat Aristoteles secara urgensi gerak ituabadi. Lebih baik kiranya apabila kata“Awal”difahami saja sebagai“’Superior”
yang (yaitu penggerak tak digerakkan) dimana kita tidak bisa beribadah kepada Nyadengan cinta..Berdasarkan nukilan Frederick Copleston, dikatakan bahwa Aristoteles sendiridalam kitabnya yang berjudul “Akhlak Kabir” telah mengungkapkan sub tema inisecara eksplisit bahwa mereka yang berfikir bisa mencintai Tuhan akan terjerumuspada kesalahan, karena pertama: Tuhan (penggerak tak digerakkan) tidak bisamemberikan jawaban dalam menanggapi cinta kita dan kedua: dalam keadaanapapun dia tidak bisa menyuruh kita untuk mencintai Nya. Tentang hakekat apa yang sebenarnya dimaksud oleh Aristoteles, hal inimembutuhkan kontemplasi dan observasi yang lebih cermat lagi dan dalam bab inimuncul pertanyaan prinsip sebagai berikut yaitu apabila Tuhan atau penggerak tak digerakkan pertama kita letakkan sebagai tujuan akhir dan juga sebagai ma’shuq(yang dicintai) dan penggerak akhir yang relevan, dalam keadaan ini alam geraksecara keseluruhan akan merupakan alam cinta terhadap penggerak tak digerakkanyaitu Tuhan, dan hal ini tidak relevan dengan klaim yang mengatakan bahwa tidakbisa ada cinta terhadap Tuhan, kecuali apabila maksud Aristoteles adalah bahwacinta terhadap Tuhan tersebut berada di dalam segala sesuatu yang digerakkansecara paksa dan tak dikehendaki sehingga tidak tersisa lagi tempat untuk cinta,penyembahan dan ibadah yang dikehendaki. Walhamdulillah.                                                   Abu ‘Ali Sina, “
Fann Sama’ Tabii’i
“ (dari kitab Shafa), terjemahan Muhammad AliFurughy.2. Aristoteles, “
Tabi-iyyat
”, terjemah dan pendahuluan Mehdy Fashad.3. Mula Sadra, Asfar J. 3,
Al-Marhalatus-sabi’ah wa tsamanah, hal. 2 dan 184.4.Ibid, J. 6, hal. 42-44.6. Andre Krisson, “
Falosife-ye Buzurg
”, terjemahan Kadzim Emady, J. 1, hal. 230.

8. Will Durant, “
Tarikh Falsafah
”, hal. 70; Sheril Warner, “
Seir Hikmah dar Yunan
”,terjemahan Buzurg Nadir Zad, hal. 148; Bernard Russel, “
Falsafeh-ye Gharb
”terjemahan Najaf Darya Bandary, J. 1, hal. 251; Hana al Fakhury, Khalil al Bahr,“
Tarikh Falsafah dar Jahan Islam
”, terjemahan Abdul Hamid A-ety, hal. 71.9. Frederick Copeleston, “
Tarikh Falsafah
”, terjemahan Sayyid Jalaluddin Mujtabawy, J. 1, hal. 423-424.10.
Ibid
, hal. 428.11. Penerjemah “
Tarikh Filsafat
” Copleston dalam catatan kaki hal 428 menuliskan:Istilah yang cocok untuk aktual murni tanpa kapabilitas bukanlah energi (potensidalam keadaan kinetik), melainkan intelkhiya.12. Richard Popkind”
Kuliyat-e Falsafah
”, terjemahan Sayyid Jalaluddin Mujtabawy,hal. 172.13.
Ibid
, hal. 173.14. “
Usul Falsafah wa Rawesh-e Realism
”, J. 5, hal. 6 (catatan kaki).15. Hal. 416, no. 401.16. Abdullah Jawadi Amuli,
Mabda’ wa Ma’ad
, hal. 180.17.
 Asfar
, J. 3, hal. 24.18.
Mabda wa Ma’ad
, hal. 184 dan 185.17. J. 3, hal. 22; dan J. 8, hal. 203.18. Syeikh Isyraq (Ra) dalam “
Talwihat
”, hal. 11, menyatakan gerak sebagai katagoridan merupakan sebuah tema yang tidak membutuhkan ketergesa-gesaan dalammembahasnya.19.
Seir Hikmat dar Yunan
, terjemahan Buzurg Nadir Zad, hal. 150.20.
Ibid
, hal. 151.21.
Usul Falsafah wa rawasy-e Realism
, J. 5, hal. 60.

22.
Syarh Hikmah Muta’aliyah
, bagian satu dari jilid keenam, hal. 300; jugaMuhammad Taqi Mizbah Yazdi, Catatan kecil atas
Nihayatul Hikmah
, hal. 409.23.
 Al Mabahitsul-mashriqiyyah
, J. 2, hal. 451.24. Tim penulis “
Ma’arif Islami
, 1-2” , hal. 296.25.
Syarh Hikmah Muta'aliyyah
, J. 6, hal.. 300.26. Reza Baranjkar’
Mabany Khuda Shenoshi dar falsafeh Yunan va- adiyan Ilahy,
hal.102

0 komentar:

Posting Komentar