Dalam
menapaki alur kehidupan sadar atau tidak pasti dilandasi dengan ‘gerak’, gerak
merupakan suatu yang pastinya telah menjadi fitrahwi dalam segala hal yang
dimana ketika apapun yang memiliki eksistensi niscaya didalamnya ada proses
gerak.
“gerak”adalah
sebuah bentuk eksistensi,dari sini dapat dikatakan: pembahasan gerak, pada era
ini merupakan salah satu titiktemu antara fisika dan filsafat. Para ilmuwan
kuno telahmelakukan pembahasan bab gerak ini dalam masalah natural dan
juga dalam maslaah theologi, dengan makna umum dan khusus. Dengan kesemuanya ini haruslah dicermati
adanya pembauran antara hukum-hukumfilosofi gerak dengan hukum-hukum ilmiah
(eksperimen)-nya, baik dalam pembaurankeduanya dengan sesamanya dan kesimpulan
deduktif filosofis dari prinsip ilmiahataupun sebaliknya, karena hal ini banyak
diikuti oleh kerusakan yang merugikan –terutama untuk kalangan para pemula dan
mereka yang belum matang-. Immunitidari bahaya pembauran ini berada pada
lingkup pengetahuan atas batasan fisika danfilsafat. Pada tempatnyalah, apabila
para filosof ilahi mempunyai metodologi yangmatang dalam pembahasan fisika
tentang gerak ini, dan ... para pelajar serta penelitifisika pun melakukan
pengamatan dan observasi yang cermat dan teliti dalampembahasan tema filsafat
yang satu ini.Warna dari pembicaraan kita dalam tulisan ini lebih merupakan
warna filosofidari pada eksperimen (ilmiah). Titik perhatian kami adalah pada
analisa teori penggerak awal (prime mover)
Aristoteles.
Teori
“Prime-mover” (penggerak awal) Aristoteles
Pembahasan
akan kami mulai dari tema “esensi sesuatu”dan kami
akanmenyajikan uraian pertama tentang teori
penggerak awal yang
dinisbatkan kepadaAristoteles.Menurut pendapat Aristoteles untuk menemukan sebab, khususnya
untuk menemukan sebab gerak, maka kita
harus berhenti pada suatu
tempat, dan pada selain
keadaan ini tidak akan ada penyebab dari sesuatupun yang bisa ditemukansecara
pasti. Hanya harus dilihat di manakah kita harus berhenti. Jawaban
untukpertanyaan ini akan ditemukan melalui tafakkur dan kontemplasi tentang gerak. Apabila sebab dari sebuah gerak
kita
hadirkan melalui gerak lainnya, makakeniscayaan yang akan muncul adalah bahwa
gerak kedua akan kita dapatkanmelalui gerak ketiga dan gerak ketiga melalui
gerak keempat dan demikianseterusnya hingga rangkaian ini akan berlanjut terus
tanpa akhir. Jadi apabila kitaingin mendapatkan alasan yang pasti, maka kita
harus melihat ke dalam majemukgerak, bukan pada pengaruh sebuah penggerak yang digerakkan melainkan
pada sebuah
penggerak yang tak digerakkan,
ringkasnya
kita hendaknya melihat padasebuah“penggerak yang berhenti”. Akan tetapi
kita mengenal sebuah keadaan dimana dalam keadaan tersebut,gerak secara
inderawi dilahirkan melalui proses sebuah “ penggerak yang berhenti”dan penggerak tersebut
adalah cinta yang muncul melalui sebuah kecantikan.Seseorang yang telah menjadi
pecinta akan terseret ke arah yang dicinta,hal
inidisebabkan yang dicintai itu telah
menarik perhatian pecint ke arahnya,
akan tetapiobyek yang dicintai bukan hanya
untuk menggerakkan
pecintanya saja sehingga diatidak memberikan gerakan pada dirinya, melainkan
terdapat banyak kemungkinandimana dia pun tidak sadar dengan kewujudannya.
Inilah sebuah gambaran yangmenurut perkiraan Aristoteles telah memberikan
kefahaman
sebab
gerakan yangtelah
membuat dunia bergerak, dan karena gerakan semcam ini ada, maka harusterdapat
pula penggerak yang berhenti yang menjadi
tempat kebergantungansemuanya dan penggerak tersebut
adalah Tuhan. Kedua uraian di atas –sebagaimana yang telah Anda perhatikan-
secaraeksternal saling berbeda antara satu dengan lainnya. Pada uraian pertama penggerak awal
diungkapkan
sebagai pecinta, akan tetapi
pada uraian terakhir penggerak awal diungkapkan
sebagai
yang dicintai yaitu
sesuatu yang terbatas.Dalam kelanjutan pembahasan, kami akan kembali pada point
tersebut sekaligusmencoba melakukan analisa dan evaluasi terhadap perangkat
dari setiap keduauraian.Syeikh Ar-Rais Ibn Sina sebagai penjabar teori
Aristoteles, pada kitab “IlahiyatShifa” mengetengahkan pembahasan tentang penggerak awal yang dia
namakansebagai sesuatu yang dicintai , kebaikan hakiki, puncak kebaikan, sebab
pertamadan penggerak pertama dan universal.
Premis teori
gerak dan perbedaannya dengan teori-teori lainnya :
Untuk lebih
menjelaskan adanya kelebihan teori gerak atas teori-teori lainnyaseperti teori
keteraturan, teorihuduts, wujub-imkan, dan teori sebab-akibat, hal
inimengharuskan kami untuk lebih cermat dan lebih jeli dalam menanggapi
premis-premis teori ini serta prinsip middle term-nya.Allamah Syahid Muthahari
(ra) menuliskan: Teori penggerak awal terdiri dari lima prinsip pokok:1. Gerak,
membutuhkan penggerak,2. Penggerak dan gerak keduanya adalah bersamaan secara
temporal, yaitumustahil terjadi pemisahan waktu di antara keduanya,3. Setiap
penggerak, mungkin digerakkan dan mungkin konstan,4. Setiap eksistensi jasmani
akan berubah dan digerakkan,5. Gradasi interkoneksi (tasalsul) tanpa batas
adalah mustahil.Ayatullah Taqi Misbah Yazdy dalam uraiannya atas kitabnya
allamah Thabathbai Nihayatul Hikmah mengungkapkan empat premis untuk teori
gerak,sebagai berikut:
Argumen gerak
bersandar pada empat asas :obyek gerak membutuhkanpenggerak, penggerak harus
berakhir pada sesuatu yang tidak bergerak, sesuatuyang non materi bukanlah
obyek gerak, mata rantai sesuatu non materi harusberakhir pada wajib al
wujud.Harus diketahui bahwa gerak adalah semacam bentuk perubahan dan
tidaksetara dengan perubahan mutlak. Gerak merupakan perubahan bertahap, dan
dalamteori gerak perubahan tidak diperhatikan dari sisi kejadiannya, karena dalamkeadaan
ini berarti, pertama: tidak akan ada perbedaan antara perubahan seketika dengan
perubahan bertahap (gerak), kedua: teori gerak pasti akan kembali kepadateori
hudust (dari tiada menjadi ada). Demikian juga harus dicermati bahwapenegasan
dalam teori gerak ini tidak diletakkan pada keharmonisan danketeraturan gerak
langit dan seluruh gerakan lainnya, karena dalam keadaan ini teorigerak akan
kembali pada teori keteraturan.Dan juga harus diperhatikan bahwa yang menjadi
point pembahasan gerakdalam teori ini bukanlah dari sisi kemungkinannya dan
kebutuhannya terhadap wajib,karena hal ini akan berarti tidak ada perbedaan
antara perubahan bertahap (gerak)dengan perubahan seketika, karena keduanya
merupakan wujud-wujud possibelyang membutuhkan wajib.Dalam teori gerak, prinsip
keberadaan gerak di alam natural adalah jelas dannyata. Apabila seseorang
mengingkari prinsip ini-sebagaimana yang dilakukan olehfilosof Paramandise dkk-
maka hal tersebut akan membuat torehan pada teori ini akan tetapi pengingkaran
semacam ini untuk teori-teori seperti teori keteraturan,hudust, imkan-wujub,
sebab-akibat, tidak akan memberikan goresan apapun. Olehkarena itu untuk
memisahkan teori gerak dari teori-teori lainnya, harus kitaperhatikan bahwa
dalam teori ini middle termnya adalah “perjalanan benda secarabertahap dari
potensi ke aktual”, dan bukan sesuatu yang lain, dan gerak baiksebagai
persepsi mandiri atas asumsi penggerak ataupun sebagai gerak yangposisinya
terletak dibawah persepsi mumkin atau akibat, merupakan sebuahpersepsi
filosofi, oleh karena itu midle term teori gerak ini adalah middle term yangfilosofi,
dan oleh karena itu teori gerak tidak bisa hanya dinamakan sebagai teorialami
atau bertahap. Bukanlah Aristoteles dalam definisi geraknya mengatakan : “Gerak
merupakan kesempurnaan pertama untuk sesuatu yang potensi, darisisi
kepotensiannya” Tanpa ragu lagi perspesi seperti kesempurnaan, pertama dan
potensi merupakanpersepsi filosofis dan bukan persepsi dari kelompok ilmu alam,
oleh karena itu perluditinjau kembali apabila kita mengatakan: “Aristoteles
membahas teori ini dalamkapasitasnya sebagai seorang ahli ilmu alam bukan dari
kapasitasnya sebagaiseorang filsosof ilahi” tentu saja tidak ragu lagi bahwa
gerak merupakan fenomenaalami akan tetapi pembahasan hukum-hukum gerak
merupakan pembahasanrasional dan filosofi. (diperhatikan)
Ayatullah Jawadi Amuli, pada pasal kedua dari makalah “teori
gerak” –nyamenuliskan:“Pembahasan dalam eksistensi gerak, merupakan partikulasi
dari filsafat ilahi yangmembahas mulai dari prinsip eksistensi hingga
terlahirnya benda, .... akan tetapipembahasan gerak dalam ilmu alam menjelaskan
gerak sebagai sebuah fenomenakhusus pada substansi tertentu, yaitu gerak pada
ilmu alam membahas tentangapakah fulan substansi mempunyai kepadatan gerak
ataukah tidak, bagaimanakahcara dia bergerak serta apa tujuannya, akan tetapi
tidak membahas fenomena lain –yang tidak berada dalam lingkup pembahasannya-.
Dan secara global pembahasantentang apakah gerak ada di alam semesta ini
ataukah tidak, denganmengesampingkan substansi-substansi tertentu, berada di
luar institusi ilmu alammelainkan berada dalam batasan pembahasan murni
filosofi, ..... dan karenapembahasan kita sekarang adalah tentang wujud gerak
sebagai sebuah pembahasanfilosofi murni, maka hal ini harus dilakukan dengan
memanfaatkan metode-metodekhusus itu sendiri yang dalam filsafat ilahi
dipergunakan untuk membuktikaneksistensi benda, lalu meletakkan inovasi ilmu
alam sebagai saksi dan penegas,karena inderawi maupun deduksi tak satupun ada
yang mampu membuktikanhakekat gerak dengan makna mendalam sebagaimana yang
telah ditafsirkan, danmenjelaskan kemunculannya obyek luar.Ringkasnya tidak
satupun dari kesinambungan, tahapan, perjalanan daripotensi, lepasnya dari
potensi dan sampainya pada aktual dan kesempurnaan wujud,tidak akan terindera
oleh salah satupun dari panca indera dan ilmu yangperangkatnya adalah indera
dan deduktif, tidak akan mempunyai kemampuuanuntuk membuktikan hal-hal yang non
inderawi dan diapun tidak mempunyai hakuntuk mengingkarinya”. Mulla Sadra
(ra) sendiri dalam kitab Asfar-nya pun mengatakan bahwa gerakdan diam merupakan
sebuah masalah yang tidak bisa difahami dengan indera,melainkan indera hanyalah
sebagai penentu dan sahabat akal dalam memahamimereka. Saksi lain yang
menyatakan bahwa teori gerak merupakan sebuah teorifilsafat murni dan bukannya sebuah
teori eksperimen adalah bahwa “gerak” samasekali tidak bisa dikatagorikan atau
istilahnya tidak termasuk dalam kelompokmahiyat (esensi) dan akal pertama[
melainkan termasuk ke dalam akal kedua filsafat dan oleh karena itu pembahasan
yang berkaitan dengan masalah tersebutberada dalam institusi hikmah ilahi.
Para ahli
sejarah Filsafat dalam menukilkan dan menginterpretasikanpendapat Aristoteles
tentang
penggerak awal kira-kira
sepakat pada point berikutbahwa dia (Aristoteles) tidak menganggap Tuhan
sebagai sebuah penggerak danpower mekanik. Pada kitab “Tarikh Filsafat”
karangan Will Durant dikatakan:Aristoteles berkata: Gerak secara pasti memiliki
prinsip, dan apabila kita tidakingin memasuki sebuah interkoneksi (tasalsul)
yang melelahkan yang membawamasalah kembali ke belakang selangkah demi
selangkah tanpa akhir, maka kitaharus menerima adanya sebuah
penggerak awal yang tak digerakkan
(primummobile immontum) atau penggerak hakiki
sebagai
sebuah prinsip yang tegas...Tuhanbukanlah pencipta, melainkan penggerak alam,
dia memut ar alam tidak sebagaisebuah kekuatan mekanik, melainkan sebagai
sebuah
illatul
illal (the first cause)
darisemua
sumber, aktivitas dan perilaku alam. “Tuhan memutar dunia ini sehinggayang
dicintai menjadi pecinta. Aristoteles sepakat bahwa kinetik sebagai sebuah
relefansi muncul lebih awal darikekuatan, hal ini dikarenakan “kinetik”
merupakan tujuan akhir dari kekuatan, dan Tuhan telah diungkapkan sebagai
kinetik sempurna, dan berkata: Tuhan sebagai prinsip eternal gerak dan peletak
prinsip dari energi ke aktual,harus merupakan sebuah kinetik yang sempurna,
yaitu berupa penggerak awal yangtak digerakkan.
Penggerak awal yang tak digerakkan atau penggerak hakiki yang merupakan
sebab akhir dari setiap prinsip gerak, merupakan sebab akhir menjadikinetiknya
energi, yaitu sebab dari kenapa kebaikan bisa dilahirkan. Kalimat-kalimat
yang perlu mendapat perhatian antara lain adalah yang dimaksudoleh Aristoteles
dalam sifat “Awal” untuk Tuhan bukanlah keawalan dalampengertian temporal.
Menurut pendapat Aristoteles gerak secara urgensi dan dharuri adalah abadi dan
tanpa permulaan. Dari sini perkataan “Awal” menurutnya adalah“Superior”.Setiap
gerak dan setiap perpindahan dari potensi ke aktual meniscayakan pada
mabda bil
fi’il (pemula aktual), akan
tetapi apabila setiap benda bergerakmengharuskan adanya sebuah sebab penggerak
aktual, maka dunia secara universalakan meniscayakan adanya sebuah “
penggerak awal”, akan
tetapi penting untuk memperhatikan poin berikut bahwa kata “
awal” tidak
boleh difahami sebagaipengertian temporal, karena menurut pendapat Aristoteles
secara urgensi gerak ituabadi. Lebih baik kiranya apabila kata“Awal”difahami
saja sebagai“’Superior”
yang (yaitu
penggerak tak digerakkan) dimana kita tidak bisa beribadah kepada Nyadengan
cinta..Berdasarkan nukilan Frederick Copleston, dikatakan bahwa Aristoteles
sendiridalam kitabnya yang berjudul “Akhlak Kabir” telah mengungkapkan sub tema
inisecara eksplisit bahwa mereka yang berfikir bisa mencintai Tuhan akan
terjerumuspada kesalahan, karena pertama: Tuhan (penggerak tak digerakkan)
tidak bisamemberikan jawaban dalam menanggapi cinta kita dan kedua: dalam
keadaanapapun dia tidak bisa menyuruh kita untuk mencintai Nya. Tentang hakekat
apa yang sebenarnya dimaksud oleh Aristoteles, hal inimembutuhkan kontemplasi
dan observasi yang lebih cermat lagi dan dalam bab inimuncul pertanyaan prinsip
sebagai berikut yaitu apabila Tuhan atau penggerak tak digerakkan pertama kita
letakkan sebagai tujuan akhir dan juga sebagai ma’shuq(yang dicintai) dan
penggerak akhir yang relevan, dalam keadaan ini alam geraksecara keseluruhan
akan merupakan alam cinta terhadap penggerak tak digerakkanyaitu Tuhan, dan hal
ini tidak relevan dengan klaim yang mengatakan bahwa tidakbisa ada cinta
terhadap Tuhan, kecuali apabila maksud Aristoteles adalah bahwacinta terhadap
Tuhan tersebut berada di dalam segala sesuatu yang digerakkansecara paksa dan
tak dikehendaki sehingga tidak tersisa lagi tempat untuk cinta,penyembahan dan
ibadah yang dikehendaki. Walhamdulillah. Abu ‘Ali Sina, “
Fann Sama’
Tabii’i
“ (dari
kitab Shafa), terjemahan Muhammad AliFurughy.2. Aristoteles, “
Tabi-iyyat
”, terjemah
dan pendahuluan Mehdy Fashad.3. Mula Sadra, Asfar J. 3,
Al-Marhalatus-sabi’ah
wa tsamanah, hal. 2 dan
184.4.Ibid, J. 6, hal.
42-44.6. Andre Krisson, “
Falosife-ye
Buzurg
”,
terjemahan Kadzim Emady, J. 1, hal. 230.
8. Will
Durant, “
Tarikh
Falsafah
”, hal. 70;
Sheril Warner, “
Seir Hikmah
dar Yunan
”,terjemahan
Buzurg Nadir Zad, hal. 148; Bernard Russel, “
Falsafeh-ye
Gharb
”terjemahan
Najaf Darya Bandary, J. 1, hal. 251; Hana al Fakhury, Khalil al Bahr,“
Tarikh
Falsafah dar Jahan Islam
”,
terjemahan Abdul Hamid A-ety, hal. 71.9. Frederick Copeleston, “
Tarikh
Falsafah
”,
terjemahan Sayyid Jalaluddin Mujtabawy, J. 1, hal. 423-424.10.
Ibid
, hal.
428.11. Penerjemah “
Tarikh
Filsafat
” Copleston
dalam catatan kaki hal 428 menuliskan:Istilah yang cocok untuk aktual murni
tanpa kapabilitas bukanlah energi (potensidalam keadaan kinetik), melainkan
intelkhiya.12. Richard Popkind”
Kuliyat-e
Falsafah
”,
terjemahan Sayyid Jalaluddin Mujtabawy,hal. 172.13.
Ibid
, hal.
173.14. “
Usul
Falsafah wa Rawesh-e Realism
”, J. 5,
hal. 6 (catatan kaki).15. Hal. 416, no. 401.16. Abdullah Jawadi Amuli,
Mabda’ wa
Ma’ad
, hal.
180.17.
Asfar
, J. 3, hal.
24.18.
Mabda wa
Ma’ad
, hal. 184
dan 185.17. J. 3, hal. 22; dan J. 8, hal. 203.18. Syeikh Isyraq (Ra) dalam “
Talwihat
”, hal. 11,
menyatakan gerak sebagai katagoridan merupakan sebuah tema yang tidak
membutuhkan ketergesa-gesaan dalammembahasnya.19.
Seir Hikmat
dar Yunan
, terjemahan
Buzurg Nadir Zad, hal. 150.20.
Ibid
, hal.
151.21.
Usul
Falsafah wa rawasy-e Realism
, J. 5, hal.
60.
22.
Syarh Hikmah
Muta’aliyah
, bagian
satu dari jilid keenam, hal. 300; jugaMuhammad Taqi Mizbah Yazdi, Catatan kecil
atas
Nihayatul
Hikmah
, hal.
409.23.
Al Mabahitsul-mashriqiyyah
, J. 2, hal.
451.24. Tim penulis “
Ma’arif
Islami
, 1-2” ,
hal. 296.25.
Syarh Hikmah
Muta'aliyyah
, J. 6,
hal.. 300.26. Reza Baranjkar’
Mabany Khuda
Shenoshi dar falsafeh Yunan va- adiyan Ilahy,
hal.102
0 komentar:
Posting Komentar